Senin, 14 November 2011

Waspada...! Air Galon Palsu  


 Air minum adalah kebutuhan pokok yang tak bisa ditawar-tawar. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, setiap hari dibutuhkan dua sampai tiga liter air minum. Maka, pemandangan jamak akan terlihat setiap hari, semisal minum di tengah perjalanan, usai berolahraga, dan minum ditengah aktivitas lainnya. 

Karena itu pula, berbagai cara dilakukan orang untuk memenuhi kebutuhannya akan air minum. Survei yang dilakukan Tim Sigi di kawasan Yogyakarta, misalnya, memperlihatkan buruknya kualitas air tanah di sejumlah wilayah Bantul yang mau tak mau memaksa sebagian warga beralih pada air kemasan untuk minum. Tak heran, air minum dalam kemasan laris manis dan jadi primadona.

Namun, hal ini pula yang kemudian harus jadi perhatian. Hati-hati, makin laku suatu produk maka makin besar risiko pemalsuan oleh orang-orang tak bertangung jawab. Lihat saja kasus pemalsuan air isi ulang yang terjadi disebuah rumah kontrakan di Dusun Tangkil Srihandono Pundong, Bantul.

Kasus ini terbongkar dari kecurigaan warga terhadap aktivitas penghuni yang sering membawa galon kosong saat sore hari dan esoknya galon-galon itu sudah berisi air yang siap dipasarkan. Ternyata, air isi ulang itu berasal dari sumur. Praktik culas ini hampir dua bulan dijalankan pelaku.

Untuk membuktikan fakta di lapangan seputar pemalsuan air kemasan ini, Tim Sigi menelusuri warung-warung yang pernah ditawarkan pelaku. Awalnya tak ada jejak pemalsuan air isi ulang. Tak menyerah, kami mengendus lebih jauh. Fakta ini kami dekatkan dengan lokasi pembuatan air galon palsu dimana ada keterangan janggal yang diberikan pemuka warga berkaitan kegiatan dalam rumah kontrakan pelaku yang digerebek polisi.

Berbekal informasi dari sejumlah warung yang sempat memperjualbelikan air isi ulang rekayasa, yaitu air mentah yang dicampur air matang ini dan juga keterangan dari sejumlah warga, Tim Sigi bergerak cukup jauh meninggalkan lokasi Pundong. Tim mendatangi sebuah rumah yang dicurigai masih memproduksi air galon palsu. Bukti-bukti mencurigakan ditemukan di sini.

Sayangnya, Tim Sigi kesulitan mencari bukti yang lebih kuat, semisal produksi air isi ulang palsu yang tengah berlangsung. Dugaan kuat, karena tengah menjadi sorotan setelah penggerebekan salah satu lokasi pengoplos air galon palsu, sang pelaku "tiarap" dulu.

Namun, upaya menggali kebenaran seputar air galon palsu terus dilakukan. Lihat dan jangan terkecoh, galon-galon air minum ini sebenarnya palsu. Kemasan air isi ulang ini disita polisi menyusul terbongkarnya praktik ilegal air isi ulang oplosan yang dikerjakan sindikat yang dikomandani oleh Joni.

Joni dan dua sekondannya dibekuk polisi saat memproduksi air isi ulang dari air sumur di rumah kontrakannya di Dusun Tangkil Srihardono Pundong, Yogyakarta. Agar meyakinkan konsumen, galon, merek, dan tutup segelnya tetap memakai label produk resmi yang asli. Tak heran sepintas air tampak bersih dan layak konsumsi. Untuk menghindari kecurigaan, tersangka menjualnya ke warung di wilayah pinggiran kota, seperti Jetis, Sleman, dan Kulon Progo.

Angka galon isi ulang yang telah mereka pasarkan jumlahnya cukup mencengangkan. Sedikitnya sekitar 1.000 galon air isi ulang telah dibuang ke pasaran dalam waktu singkat dua bulan beroperasi. Sejauh ini produk air kemasan yang paling diincar para pelaku adalah produk merek terkenal. Alasannya, gampang menjualnya ketimbang memalsukan produk lain.

Jaringan pemalsu melebar tak hanya di Bantul. Telunjuk informan Sigi pun mengarah ke Ungaran, Semarang, Jawa Tengah. Di sini kami dipertemukan dengan seorang pemalsu air minum kemasan yang masih beroperasi. Bedanya, air yang dipalsukan didapat dari depo air isi ulang miliknya, namun menggunakan galon label dan penutup yang seolah-olah asli galon produk air kemasan terkemuka.

Hasil uji laboratorium menjelaskan dengan gamblang tentang kandungan air minum kemasan maupun isi ulang yang tak melalui proses sterilisasi sesuai standar. Untuk mengetahui kandungan air produksi Joni dan rekannya yang menggunakan air sumur dioplos air matang, Tim Sigi membawa sampel air itu ke laboratorium Dinas Kesehatan Bantul. Pengujian menggunakan Standar Nasional Indonesia dengan parameter unsur bakteriologis dan kimia.

Langkah pertama, analis laboratorium mengambil sampel dari sumber air sumur yang diduga tidak layak konsumsi menggunakan botol yang sudah disterilkan supaya tidak terkontaminasi bakteri lainnya. Bakteri kemudian dimasukkan ke dalam act incubator yang berfungsi sebagai pemanas dan didiamkan dalam waktu tertentu. Suhu pun harus terjaga benar 36 derajat Celcius. Hasilnya, uji air minum kemasan produksi Joni sangat tidak sehat untuk dikonsumsi.

Untuk mengetahui air ini mengandung bakteri, sampel yang telah diendapkan 48 jam harus diencerkan melalui proses pemanasan untuk kemudian dipindahkan ke tabung reaksi yang tumbuh bakteri. Tahap berikutnya dilakukan uji untuk mengetahui ada tidaknya bakteri ekoli dan koli tinja dalam kandungan air.

Sampel yang telah diuji dibekukan sebelum disimpan di inkubator dalam suhu 37 derajat Celcius untuk uji bakteri ekoli dan 44 derajat Celcius untuk bakteri koli tinjanya selama 48 jam. Seperti sudah diduga sebelumnya, air kemasan produksi Joni positif mengandung bakteri ekoli.

Meski sudah banyak kasus yang terungkap, Asosiasi Pengusaha Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) maupun Yayasan Lembaga Konsumen Yoyakarta mengeluhkan rendahnya sanksi hukum bagi para pelaku. Yayasan Lembaga Konsumen Yogyakarta hanya bisa mengeluarkan rekomendasi seputar antisipasi air kemasan palsu yang beredar di Tanah Air.

Kasus-kasus pemalsuan air kemasan maupun penipuan konsumen seputar air isi ulang yang sempat kami investigasi menjadi bukti bahwa perlindungan konsumen belum bisa dipertanggungjawabkan di negeri ini. Alangkah baiknya jika urusan air minum yang memenuhi harkat orang banyak ini segera dicari jalan keluarnya oleh pemerintah. Karena kami, masyarakat Indonesia butuh air minum yang bersih dan sehat. Simak selengkapnya investigasi Tim Sigi dalam tayangan video program Sigi edisi Sabtu, 14 Mei 2011. Selamat menyaksikan.(ADO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar