Senin, 14 November 2011

Awas, Cendol Berboraks!

Awas, Cendol Berboraks!  


 Setelah berpuasa sehari penuh, makanan atau minuman berbuka yang menyegarkan begitu didamba. Jenisnya pun beraneka macam. Mulai dari kue-kue beraneka ragam bentuk dan warna. Sampai minuman seperti es cendol atau dawet. Semua terlihat sehat sebagai santapan berbuka puasa.

Apalagi pedagang yang menjajakan sajian berbuka puasa, mereka bertebaran hampir di tiap sudut kota. Tapi terkadang tampilan luar menjadi perangkap makanan yang tidak sehat. Buat membuktikannya, Tim Sigi mengikuti seorang penjual cendol di salah satu kota kecil di Jawa Tengah. Informasi yang didapat, pedagang satu ini menggunakan bahan kimia berbahaya seperti bleng atau yang lebih dikenal dengan boraks.

Bahkan narasumber Tim Sigi menyebutkan, bahan pewarna tekstil kerap dicampurkan dalam dawet yang dijual. Dengan kamera tersembunyi, tim bergerak mendekati sang pedagang. Tim lalu membeli satu porsi es cendol untuk uji laboratorium. Dan ternyata hasilnya sesuai dugaan.

Bukti otentik laboratorium sudah didapat. Tapi tim harus membuktikan bagaimana tindakan curang dipratikkan. Negosiasi pun dilakukan dengan si pedagang nakal. Tak lama berselang, didapat persetujuan. Pak Giman, penjual es dawet menuturkan kisah, telah menjajakan dagangannya selama dua tahun. Profesi ini terpaksa dijalani karena desakan ekonomi. Terlebih sebelumnya usaha Giman hancur beberapa tahun silam.

Sayangnya, Giman memilih jalan pintas untuk meraup keuntungan selangit. Yakni dengan mengorbankan konsumen yang tak paham bahayanya bagi keselamatan jiwa. Tampilan luar dawet yang dijual Giman berwarna hijau dan terlihat segar. Namun hasil uji laboratorium membuktikan, dawet dagangan si penjual mengandung boraks dan pewarna tekstil.

Dengan kamera tersembunyi, Tim Sigi mengikuti Giman ke pasar untuk membeli bahan dasar cendol. Bahan pengenyal dan pengawet yang dicari adalah boraks. Bleng adalah bentuk tidak murni dari boraks yang dalam dunia industri adalah bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, dan pengontrol kecoak.

Bayangkan, bahan inilah yang digunakan sebagai pencampur makananan. Apalagi tak sulit menemukan bleng karena dijual bebas. Dari hasil survei acak ke beberapa pedagang, penggunaan bleng atau boraks di kalangan pembuat makanan tradisional lumayan dikenal.

Setelah urusan di pasar beres, Giman bergerak ke sebuah toko bangunan. Sungguh aneh, bahan pembuat makanan dicari di tempat yang tak semestinya. Bahan yang dibeli adalah tawas dan wanter yang biasa digunakan sebagai pewarna tekstil. Tentu saja, bahan kimia ini tak lazim untuk campuran makanan.

Tiba di rumah, Giman tak berlama-lama menyiapkan bahan yang dibutuhkan. Tangan cekatan Giman bekerja. Tak butuh waktu lama, dawet racikan lengkap dengan boraks dan bahan pengawet tekstil siap tersaji. Tinggal menyiapkan santan dan air gula sebagai pelengkap.

Buat yang satu ini, Giman kembali menggunakan jurus akal-akalannya. Ia menyiapkan santan abal-abal. Bukan dengan sari kelapa, tapi dengan tepung yang diracik sedemikian rupa menyerupai santan asli.

Tetapi hasil santan abal-abal tidak bisa tercampur dengan baik di air matang. Tidak kurang akal, Giman menggantinya dengan air mentah sebagai bahan dasar. Setelah semua siap, Giman pun berkeliling menjajakan es dawet.

Pengawasan terhadap pedagang cendol seperti Giman, tentu jarang dilakukan. Apalagi bleng dijual terbuka di pasar tradisional. Apapun alasannya, seharusnya pemerintah memberikan pengawasan lebih baik bagi penggunaan bahan kimia berbahaya.

Pembuatan cendol dengan bleng sebagai pengenyal dan pengawet, diakui Giman, dilakoni pula oleh pedagang cendol lain. Ironis. Ternyata sudah bertahun-tahun, bleng menjadi bahan campuran es dawet di sebagian pedagang dawet.

Sementara dawet adalah minuman khas Jateng yang sudah ada sejak puluhan tahun silam. Sejatinya, dawet hanyalah berbahan dasar tepung beras ataupun sari pati buah aren. Dengan menggunakan bahan-bahan alami dan diolah secara tradisional, rasa-rasanya dawet sudah cukup lezat untuk dikonsumsi.

Apalagi di bulan puasa seperti saat ini. Dawet dipercaya mampu mengembalikan kesegaran setelah satu hari penuh berpuasa. Tapi tak semua penjual dawet berbuat nakal. Masih banyak pembuat dan penjual dawet yang bertanggung jawab.

Seperti yang dilakukan Wiyono. Pria berusia 27 tahun ini berjualan es dawet tanpa bahan pengawet atau pemanis buatan. Wiyono lebih menyiasati dagangan agar tampilan dan rasa lebih menarik, dengan menambahkan ketan sebagai campuran dawetnya.

Dengan begitu, Anda harus pandai-pandai memilih produk makanan atau minuman yang akan dikonsumsi. Sebagai bahan makanan, boraks tidak aman dikonsumsi. Seringnya mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati serta ginjal. Dan jika dikonsumsi sangat berlebihan, dapat menyebabkan pingsan hingga kematian.

Berikut tips mengonsumsi dawet yang aman untuk anda. Pertama, pilih dawet berwarna putih atau warna lain yang tak mencolok. Kedua, konsumsi dawet yang menggunakan pemanis alami, bukan sintetis. Bila bukan pemanis alami, biasanya ditandai adanya rasa pahit. Atau biasanya setelah dikonsumsi tenggorokan terasa kering dan gatal.

Kemudian yang terakhir, perhatikan rasa santan dari dawet. Santan yang baik dari sari kelapa biasanya gurih, tak terlalu asin dan asam. Di luar rasa itu dikhawatirkan menggunakan santan palsu.(AIS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar